Google didenda KPPU Rp202 miliar terkait Google Play Billing
Kebijakan Google Play Billing dianggap melanggar persaingan usaha di Indonesia.
![]() |
Papan nama di kantor pusat Google di Mountain View, California, Amerika Serikat, pada Kamis, 10 Oktober 2024. Foto oleh David Paul Morris/Bloomberg/Getty Images |
Oleh Anna Fadiah dan Clarisa Sendy
Google baru-baru ini dijatuhi denda sebesar Rp202 miliar oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) karena kebijakan Google Play Billing yang dianggap melanggar Undang-Undang Persaingan Usaha di Indonesia. Sistem pembayaran tersebut diwajibkan oleh Google untuk semua transaksi digital dalam ekosistem Google Play Store. Keputusan ini menuai perhatian luas, terutama di kalangan developer perangkat lunak lokal yang bergantung pada platform tersebut.
Google Play Billing memungkinkan pengembang perangkat lunak menjual aplikasi berbayar, barang digital, atau layanan dalam aplikasi kepada pengguna di seluruh dunia. Namun, sistem ini juga menetapkan biaya layanan bagi developer yang menggunakan platform tersebut, sebuah kebijakan yang menurut KPPU membatasi pilihan bagi developer dan pengguna.
Google Play Billing adalah sistem pembayaran yang dirancang untuk mendukung transaksi digital dalam ekosistem Google Play Store. Sistem ini memiliki beberapa fitur unggulan, seperti:
- Keamanan: Google Play Protect memberikan perlindungan bagi pengguna dengan sistem pembayaran yang aman.
- Kemudahan Transaksi: Sistem ini memungkinkan pembayaran menggunakan metode lokal seperti kartu kredit, kartu voucher, dan opsi lain sesuai kebutuhan pasar.
- Dukungan untuk Developer: Sistem ini membantu pengembang perangkat lunak mendistribusikan aplikasi mereka ke lebih dari tiga miliar pengguna Android di 190 negara.
Google juga menekankan bahwa hanya 3% developer yang dikenakan biaya layanan, sementara 97% lainnya tidak perlu membayar karena mendistribusikan aplikasi gratis. Untuk developer yang dikenakan biaya, sebagian besar hanya membayar 15% atau kurang, tergantung pada kategori aplikasi dan program tertentu yang diikuti.
Namun, kebijakan ini mendapat sorotan dari KPPU karena dianggap merugikan persaingan usaha di Indonesia.
Di Indonesia, Google Play Store memegang peranan penting dalam ekosistem digital. Dikutip dari situs resmi Google Indonesia, lebih dari 10 ribu developer lokal menggunakan platform ini untuk menjalankan bisnis mereka. Selain itu, setiap bulan, sekitar 150 juta pengguna di Indonesia mengakses Google Play Store untuk mencari aplikasi dan game.
Bagi para developer, Google Play Store memberikan akses ke pasar global yang luas. Namun, kebijakan Google Play Billing dianggap menciptakan ketergantungan yang besar pada sistem internal Google, yang membatasi fleksibilitas dalam memilih metode pembayaran alternatif.
Menurut KPPU, kewajiban penggunaan Google Play Billing membatasi pilihan developer dan pengguna, sehingga melanggar prinsip persaingan usaha yang sehat. Google mengharuskan developer membayar biaya layanan melalui sistem internalnya, sebuah kebijakan yang dinilai tidak adil.
“Kebijakan ini memaksa developer untuk mengikuti aturan yang telah ditetapkan Google tanpa memberikan opsi lain. Hal ini menciptakan monopoli dalam sistem pembayaran digital,” ujar perwakilan KPPU.
Selain itu, KPPU menilai bahwa Google memanfaatkan dominasinya di pasar untuk memperkuat posisi mereka, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap ekosistem digital lokal.
Menanggapi putusan KPPU, Google menyatakan akan mengajukan banding. Perusahaan berpendapat bahwa kebijakan Google Play Billing dirancang untuk menciptakan ekosistem aplikasi yang kompetitif dan memberikan pilihan yang aman bagi pengguna serta developer.
“Kami percaya bahwa kebijakan ini bertujuan memberikan manfaat jangka panjang bagi semua pihak yang terlibat, termasuk developer lokal di Indonesia. Kami akan terus bekerja sama dengan pihak berwenang untuk memberikan klarifikasi terkait kebijakan ini,” ujar juru bicara Google.
Google juga menekankan bahwa sistem pembayaran mereka dirancang untuk meningkatkan keamanan transaksi digital, mengurangi risiko penipuan, dan memudahkan pengguna dalam melakukan pembayaran.
Denda yang dijatuhkan KPPU ini membuka diskusi lebih luas tentang dampak kebijakan Google terhadap developer lokal. Bagi banyak pengembang di Indonesia, Google Play Store adalah platform utama untuk mendistribusikan aplikasi mereka. Namun, kewajiban menggunakan Google Play Billing dapat menjadi beban tambahan, terutama bagi developer kecil yang memiliki sumber daya terbatas.
“Sistem pembayaran yang diwajibkan oleh Google membuat kami kehilangan fleksibilitas untuk menawarkan metode pembayaran alternatif kepada pengguna. Ini tentunya memengaruhi pendapatan kami,” ujar seorang developer lokal yang enggan disebutkan namanya.
Di sisi lain, beberapa developer mengakui bahwa sistem ini memberikan keuntungan dari segi keamanan dan akses ke pasar global. Namun, mereka berharap ada opsi pembayaran lain yang lebih fleksibel agar persaingan tetap sehat.
Kasus ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh regulator dalam mengatur persaingan usaha di era digital. Platform seperti Google memiliki jangkauan global yang luas, tetapi kebijakan mereka sering kali menimbulkan kontroversi di tingkat lokal.
KPPU berharap denda yang dijatuhkan dapat menjadi pelajaran bagi perusahaan lain untuk lebih mempertimbangkan dampak kebijakan mereka terhadap ekosistem digital di Indonesia. Di sisi lain, pemerintah juga perlu memperkuat regulasi untuk memastikan bahwa persaingan usaha tetap sehat di tengah perkembangan teknologi yang pesat.
Posting Komentar untuk "Google didenda KPPU Rp202 miliar terkait Google Play Billing"