100 ton ikan mati massal di Waduk Jatiluhur akibat cuaca ekstrem

Fenomena upwelling dan penggunaan keramba yang tidak sesuai menjadi penyebab utama.

Foto udara karamba jaring apung di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, pada 16 April. Foto oleh Sigid Kurniawan/Antara
Foto udara karamba jaring apung di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, pada 16 April. Foto oleh Sigid Kurniawan/Antara

Oleh Alana Salsabila dan Clarisa Sendy

Sebanyak 100 ton ikan mati massal di Waduk Jatiluhur yang terletak di Kampung Pasir Kole, Desa Kutamanah, Kecamatan Sukasari, dan Kampung Citerbang, Desa Panyindangan, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Purwakarta. Kematian ikan ini terutama dialami oleh ikan mas yang nilainya diperkirakan mencapai Rp 2,2 miliar, dengan asumsi harga ikan mas saat ini sekitar Rp 22 ribu per kilogram.

Menanggapi kejadian ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menurunkan tim investigasi guna memastikan penyebab utama kematian massal ikan di Waduk Jatiluhur. Berdasarkan hasil awal, peristiwa ini merupakan fenomena alam tahunan akibat cuaca ekstrem yang memicu upwelling—yakni peristiwa naiknya massa air dari dasar waduk yang menyebabkan pasokan oksigen berkurang secara drastis.

Penyebab utama: upwelling dan penggunaan keramba yang berlebihan

Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP, Tb Haeru Rahayu, menegaskan bahwa fenomena tahunan seperti ini seharusnya bisa dicegah dengan pengelolaan budidaya ikan yang lebih baik.

“Fenomena kematian massal ini selain disebabkan oleh upwelling, juga diperparah oleh penggunaan Keramba Jaring Apung (KJA) yang sudah tidak sesuai dan melebihi kapasitas,” ujarnya, Selasa (11/2).

Ia menjelaskan bahwa jumlah KJA yang berlebihan telah melampaui daya dukung waduk, sehingga memperburuk kualitas air dan mengurangi tingkat oksigen terlarut (O₂) yang sangat penting bagi kehidupan ikan. Oleh karena itu, KKP mengimbau pembudidaya untuk memperhatikan standar penggunaan KJA serta mengikuti zonasi yang telah ditetapkan.

Imbauan KKP untuk pencegahan kematian ikan massal

KKP menegaskan bahwa peringatan cuaca ekstrem telah disampaikan kepada para pembudidaya ikan, namun masih banyak yang tidak mengantisipasi kemungkinan kematian massal ini.

"Peringatan cuaca ekstrem sudah kami sampaikan, begitu pula tanda-tanda kualitas air yang menurun sudah mulai terlihat. Kenapa tidak dilakukan panen total atau panen awal untuk menghindari kerugian?" kata Haeru Rahayu.

Ia menambahkan bahwa ikan mas sangat bergantung pada kestabilan pasokan oksigen, sehingga jika kondisi air mulai memburuk, langkah terbaik adalah segera melakukan panen sebelum ikan mati secara massal.

Sementara itu, Ujang Komarudin, salah satu perwakilan KKP, menekankan bahwa aktivitas budidaya ikan di Waduk Jatiluhur sebaiknya dihentikan sementara hingga kondisi perairan kembali stabil.

“KKP merekomendasikan untuk sementara waktu tidak melakukan aktivitas budidaya di Waduk Jatiluhur sampai kondisi perairan pulih. Segera angkat ikan yang sudah mati dan kubur agar waduk tidak semakin tercemar,” ujarnya.

Fenomena upwelling dan dampaknya pada ekosistem waduk

Upwelling adalah proses naiknya air dari dasar waduk ke permukaan, yang terjadi akibat perubahan suhu secara tiba-tiba. Fenomena ini membawa massa air yang memiliki kandungan oksigen lebih rendah, sehingga ikan yang bergantung pada oksigen terlarut akan mengalami kesulitan bernapas dan akhirnya mati.

Selain itu, upwelling juga membawa endapan dari dasar waduk, yang dapat mengandung zat beracun bagi ekosistem perairan. Jika jumlah ikan mati terlalu banyak dan tidak segera dibersihkan, hal ini bisa memicu pencemaran lingkungan dan mengganggu keseimbangan ekosistem di Waduk Jatiluhur.

KKP menekankan bahwa solusi jangka panjang perlu diterapkan, termasuk pengelolaan zonasi budidaya ikan dan pengawasan terhadap jumlah KJA yang beroperasi di waduk.

Langkah antisipatif untuk mencegah kematian ikan massal

Menghadapi fenomena tahunan ini, KKP mengeluarkan beberapa rekomendasi bagi pembudidaya ikan, antara lain:

  1. Mengurangi jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) agar sesuai dengan daya dukung waduk.
  2. Melakukan panen dini ketika tanda-tanda penurunan kualitas air mulai terlihat.
  3. Memantau kadar oksigen terlarut (O₂) di waduk secara rutin untuk mengantisipasi perubahan drastis dalam ekosistem.
  4. Membersihkan ikan yang mati secepat mungkin untuk mencegah pencemaran air.
  5. Menghentikan sementara aktivitas budidaya ikan hingga kondisi perairan kembali normal.

KKP juga berencana untuk memperketat pengawasan terhadap sistem budidaya ikan di perairan umum, termasuk Waduk Jatiluhur, guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

Dampak ekonomi bagi para pembudidaya ikan

Kematian 100 ton ikan di Waduk Jatiluhur bukan hanya berdampak pada ekosistem, tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi para pembudidaya ikan. Dengan estimasi kerugian mencapai Rp 2,2 miliar, banyak peternak ikan yang mengalami pukulan berat akibat kejadian ini.

Sebagian besar pembudidaya ikan di wilayah tersebut bergantung pada hasil panen ikan mas sebagai sumber utama pendapatan. Oleh karena itu, KKP dan pemerintah daerah diharapkan dapat memberikan solusi serta bantuan bagi pembudidaya yang terdampak.

KKP juga mendorong penerapan sistem budidaya yang lebih berkelanjutan, agar kejadian kematian ikan massal seperti ini tidak terus berulang setiap tahunnya.

Posting Komentar untuk "100 ton ikan mati massal di Waduk Jatiluhur akibat cuaca ekstrem"